Rabu, 17 Maret 2010

sistem demokrasi sebagai alat yang baik dengan modus kedaulatan hukum sebagai supremasinya.


Banyak kaum intelektual bilang, sistem demokrasi sebagai alat yang baik dengan modus kedaulatan hukum sebagai supremasinya. Segala sesuatunya di pandang dari keberhasilan negara - negara maju, seperti Eropa, Amerika, Jepang, India dekat - dekat ini dan terlebih tentang pengalaman negeri Cina yang pesat. Seakan - akan Indonesia adalah negeri yang terpuruk dan tidak beradab dalam sistem demokrasinya yang ketinggalan. Sekian contoh negeri industri itu mampu maju karena etos kedisiplinan bangsanya yang di jamin dan di kontrol oleh sistem konstitusinya. Di bilang sistem itu disebut dengan keberhasilan menerapkan demokrasi sebagai alat menuju kesejahteraan dan berkeadilan bagi bangsa mereka. Dan Indonesiapun kini berusaha mengikutinya melihat program percepatan MDG's sampai 2014.
Dalam bingkai pertanyaan yang segera kita jawab. Apakah indikator menjadi negeri industri yang pesat perekonomiannya harus dengan mendisiplinkan rakyatnya dengan bekerja keras hingga seperti mesin produksi. Rakyatnya diatur oleh waktu, ruang dan tempat menjadi mesin pekerja sesuai profesi kerjannya masing - masing. Katakanlah, waktu mereka begitu sibuk untuk bekerja tanpa ada ruang ekspresi di luar profesinya. Bangun, kerja,istirahat siang untuk makan, bekerja lagi secara disiplin, pulang dengan sangat capek, dari kerja 8-12 jam yang sangat keras akhirnya letih dan harus bangun tepat waktu, akhirnya tidur sedini mungkin.Maklum jika tiap hari libur mereka manfaatkan waktu untuk ke tempat hiburan. Begitu etos mereka yang tidak menyempatkan waktu dan ruang untuk berkomunikasi satu sama lain. Disinilah moralitas dan gotong royong mereka mengalami kemerosotan karena sistem itu.
Belum ketika melakukan pelanggaran membuang sampah atau mancing di taman tanpa memiliki surat ijin harus mengikuti aturan kedisiplinan, seperti pilihan konsekwensi denda atau penjara. Denda pelanggaranpun cukup sangat mahal. Maklum sudah jika rakyat - rakyat di negeri maju itu begitu tunduk dengan aturan publik. salah - salah nantinya akan di hukum sosial secara kategori yang tidak beradab.
Pajak yang tinggi, dari pajak penghasilan hingga hipotek cukup untuk menjamin penuntasan angka pengangguran. Sekali lagi, wajar dan maklum jika di negara itu mudah untuk mencari pekerjaan karena begitu kerasnya bekerja tanpa jeda. Pajak yang tinggi mampu memiliki jaminan kesehatan, terkecuali biaya kamar jika menginap. Obat dan dokter serta perawatan gratis adanya. Pajak yang tinggi mampu menjamin segala perilaku dan gejala sosial bagi yang tidak produktif untuk bekerja, berupa tunjangan. Segala suatu itu terjadi itu, apakah yang di ingin bangsa Indonesia. Apa yang disebut kemerdekaan di negeri - negeri maju itu hanya di miliki oleh negara dan pemerintahannya saja, tidak dimiliki rakyatnya.
Sangat mudah untuk mengetahui ketika mereka di musim liburan akan usai, mereka akan depresi dan sangat mengeluh dengan kejenuhan rutinitasnya yang seperti mesin. Mereka sangat sadar jika mereka juga manusia yang memiliki impian kemerdekaan.
Sekelumit gambaran di negeri maju itu semakin menyudutkan bahwa Indonesia adalah negeri yang penuh hutang luar negeri, korupsi, ekploitasi, dll. Disebut sebagai negeri yang miskin dengan angka kemiskinan, pengangguran dan kelaparan yang tinggi. Selain itu disebut sebagai bangsa yang pemalas. Apakah Indonesia memang senyatanya terpojok dalam situasi itu ? Lalu apa yang menjadi sebab Indonesia begitu ambisius menuju negeri yang memburu dan mewujudkan sistem demokrasi hingga terjebak dalam supremasi kedaulatan hukum yang mengatur bangsanya itu. Sekali lagi apakah bangsa Indonesia sudi kiranya menuju rakyat yang penuh etos seperti negeri - negeri maju itu, dengan pajak yang tinggi, kontrol yang begitu besar terhadap rakyat dan angka sakit jiwa yang siap meninggikan tuntutannya. Ternyata refleksi ini akan mampu menjadi kajian mawas diri bagi diri kita semua sebagai bangsa Indonesia. Apakah benar, bahwa rakyat Indonesia menentukan pilihannya seperti negeri industri di atas dengan ciri supremasi hukum yang di harapkan itu ? selintas dalam pandangan itu saya sedikit melontarkan gagasan kecil, lebih baik Indonesia mengenal jati dirinya dengan membangun kembali strategi kebudayaannya. Tentu segala suatunya itu membutuhkan rekonsiliasi kemudian dengan alat evolusi pertumbuhan dan perkembangan yang bernama RESTORASI KEBUDAYAAN. ( gbn )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar